Dokumen Tanpa Judul (1)

Sudut Kamar
4 min readMay 31, 2024

--

Pimpinan FISIP Unnes Sepakati Pengembalian Nama Fakultas Menjadi FIS. Itu adalah salah satu judul berita yang terbit di Linikampus selama saya menjadi pemred.

Sebenarnya saya tak terlalu tertarik untuk menulis soal ini. Tapi karena ada sesuatu yang mengganjal, sepertinya saya memang harus menulisnya, paling untuk pembelajaran bagi diri saya sendiri.

Tidak. bukan karena berita itu ditulis dengan cara-cara yang tak sesuai kaidah jurnalistik. Semua informasi pada tulisan tersebut adalah informasi yang apa adanya. Beberapa pihak telah dimintai konfirmasi soal kabar pimpinan FISIP yang menyepakati pengembalian nama fakultas seperti semula.

Dari wakil rektor sampai pimpinan prodi. Keterangan juga didapatkan dari mahasiswa biasa sampai mahasiswa yang biasa nongkrong di PKM. Informasi soal pembacaan peraturan tertulis juga sudah dipaparkan. Lengkap.

Bagi sebagian orang, ini isu yang penting tak penting. Tepat satu tahun lalu, perubahan nama fakultas dari FIS menjadi FISIP mendapat penolakan dari salah satu prodi di fakultas tersebut: Geografi. Katanya, penamaan fakultas menjadi “FISIP” akan menjauhkan relevansi Prodi Geografi. Mereka khawatir kalau para stakeholder memandang dengan sebelah mata lulusan Geografi yang bernaung di FISIP.

“Kalau tak dibuatkan fakultas tersendiri, paling tidak nama fakultas dikembalikan menjadi FIS,” begitulah kira-kira tuntutan mereka.

Sementara bagi sebagian orang, perubahan nama menjadi FISIP adalah suatu hal baik, setidaknya agar nama fakultas tampak terdengar lebih umum seperti di kampus lain, toh di situ juga berdiri Prodi Ilmu Politik.

Meskipun pimpinan FISIP menyepakati mengembalikan nama fakultasnya menjadi FIS, tapi kesepakatan final tetap berada di tangan rektorat. Itu keterangan dari Kaprodi Geografi.

Di situlah masalahnya. Judul berita “Pimpinan FISIP Unnes Sepakati Pengembalian Nama Fakultas Menjadi FIS” banyak ditafsirkan bahwa kesepakatan di tingkat fakultas itu sudah merupakan kesepakatan final. Tafsiran itu diperparah dengan orang-orang yang hanya sekedar membaca dan membagikan judul berita, lalu membual di sana-sini.

Walau saya mengatakan bahwa berita tersebut sudah ditulis dengan semestinya, saya menyadari ada kesalahan fatal yang membuat orang yang malas membaca menjadi tambah tersesat, yaitu soal kurangnya kelengkapan informasi pada judul berita. Semestinya, judul bisa ditulis dengan “Pimpinan FISIP Sepakati Pengembalian Nama Fakultas Jadi FIS, Keputusan Final ada di Rektorat”.

Dengan begitu, tafsir soal seakan-akan kesepakatan di tingkat fakultas sudah final menjadi luruh.

Sebenarnya, judul yang ada sudah menampilkan fakta bahwa memang ada kesepakatan yang demikian di FISIP, yang diambil oleh pimpinan FISIP. Tapi itu saja termyata tak cukup, dan di sinilah saya mesti belajar banyak, bahwa setiap penulis berita memang harus menyempatkan berpikir ulang agar pembacanya mudah menangkap informasi, sekalipun yang dibaca hanya judulnya saja.

Apakah judul berita itu sudah termasuk clickbait? Menurut saya tidak. Clickbait itu kalau apa yang ada di judul berbeda dengan apa yang ada di dalam berita. Judul berita clickbait biasanya dibuat sesensasional mungkin agar orang tertarik mengklik pranala berita. Tapi apa yang ada pada berita yang kita bicarakan ini sama sekali tidak demikian. Informasi yang ada pada judul merupakan informasi yang sama dengan isi berita. Sama sekali tak dibuat-buat.

Itu kesalahan penulisan berita versi saya, yang saya persoalan sendiri setelah menyadarinya belakangan, tanpa ada orang lain yang menyampaikan persoalan ini ke saya. Kesalahan versi orang lain, yang akan saya ceritakan kemudian, lain lagi, dan sebaiknya anda tak tertawa ketika membacanya.

Begini ceritanya:

Berita tersebut dilengkapi sebuah ilustrasi, yang menurut saya biasa saja, tapi yang jelas, sudah mencerminkan isi berita. Pada ilustrasi yang ada, terdapat tulisan FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK. Nah, dibagian nama ILMU POLITIK yang terletak di deretan paling akhir itu, si ilustrator memberi tanda silang berwarna merah.

Salah satu dosen dari prodi yang namanya di silang itu ada yang tersinggung. Ia menafsirkan bahwa redaksi seolah-olah telah mencoreng Prodi Ilmu Politik secara kelembagaan. Padahal berita itu hanya memuat informasi soal pengembalian nama FISIP menjadi FIS. Kami hanya membahas sebuah nama sebuah fakultas, dan tak ada sangkut pautnya dengan Prodi Ilmu Politik. Meski mungkin saja prodi tersebut lebih setuju dengan perubahan nama fakultas menjadi FISIP, itu lain soal.

Tapi apa boleh buat, sang dosen sudah naik pitam. Salah satu reporter Linikampus, yang merupakan salah satu mahasiswa di prodinya ia hubungi lewat panggilan telepon dan pesan singkat. Dosen itu meminta agar berita tersebut dihapus dengan alasan ia keberatan dengan ilustrasi berita.

Yang dihubungi itu langsung tergopoh-gopoh mengontak saya. kami berdiskusi. Saya bilang, dan ia pun mafhum, bahwa itu tak bisa dilakukan. Kami tahu bahwa penghapusan atau penurunan berita tak bisa seenaknya dilakukan, apalagi hanya karena perintah seorang dosen yang dalam hal ini kami tempatkan sebagai seorang pembaca seperti yang lain.

Lagipula, kalau ia keberatan dengan ilustrasi berita, kenapa yang ia minta adalah menghapus beritanya secara keseluruhan? Ini logika yang aneh sekali.

Kami sepakat untuk menyarankan dosen tersebut membuat hak jawab jika memang apa yang ada pada berita tersebut membuatnya keberatan. Beberapa saat setelah memberitahukan hasil diskusi itu, rekan saya itu malah memperoleh nada-nada berbau ancaman, sesuatu yang sama sekali tidak saya duga, karena saya tahu bahwa salah satu dosen itu termasuk dosen muda yang tahu banyak soal bagaimana mengajar mahasiswanya dengan baik.

Di Instagram, dosen itu membuat story yang mengatakan ilustrasi tersebut tak beretika, tak beradab. Dan tentu saja itu diikuti oleh beberapa mahasiswa yang menjadi pengikutnya dengan membagikan tangkapan layar story si dosen. Lagi-lagi, dalam hal ini mereka hanya sekedar membagikan judul beritanya.

Pada akhirnya, saya pun jadi ngeri. Ngeri bukan karena saya takut akan mendapat sesuatu yang tidak-tidak, tapi lebih ke kalau sampai-sampai mereka hanya membaca judul beritanya, dan membual ke sana kemari, seperti yang lain-lain.*

--

--

Sudut Kamar

Tempat menulis untuk diri sendiri. Kebanyakan adalah memoar pribadi. Oleh Adinan Rizfauzi.